Sabtu, 27 Juli 2013

LAYANG - LAYANG





Layang-layang, layangan, atau wau (di sebagian wilayah Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan, layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.

Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan. Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam bahasa Betawi disebut koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena biasanya kuatnya angin berhembus pada masa itu.


Di beberapa daerah Nusantara layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu dan diikat dengan serat rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga pula, beberapa bentuk layang-layang tradisional Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.

Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia ditemukan layang-layang yang dipakai sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.

Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.

Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.


Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi. Penemuan sebuah lukisan gua di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.

Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.
Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.

Sabtu, 22 Juni 2013

MASJID AGUNG AN-NUR





Masjid Agung An-Nur merupakan Masjid terbesar dan termegah yang terletak di pusat Kota Pekanbaru tepatnya di Jalan Hangtuah. Bentuk bangunan Masjid Agung An-Nur terlihat menyerupai gaya arsitektur negara Arab, India, Turki, Melayu. Kebanyakan orang menyebut bahwa Masjid ini terlihat menyerupai Taj Mahal di India.

Secara historis, rencana untuk mendirikan Masjid Agung An-Nur telah ada sejak tahun 1963. Namun baru direalisasikan pada tahun 1966 ketika Kaharuddin Nasution menjadi Gubernur Riau. Pada tanggal 27 Rajab 1388 H atau bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1968 Masjid Agung An-Nur diresmikan penggunaannya oleh Arifin Ahmad, Gubernur Riau waktu itu. Pada tahun 2000 ketika Shaleh Djasit menjadi Gubernur Riau, Masjid Agung An-Nur direnovasi secara besar-besaran. Bila pada masa Gubernur Kaharuddin Nasution areal Masjid An-Nur hanya seluas 4 hektar dengan daya tampung sekitar 2000 jamaah, maka pada masa Gubenur Shaleh Djasit areal Masjid Agung An-Nur diperluas hingga mencapai 12,6 hektar dengan daya tampung sekitar 3000 jamaah.

Menurut sumber yang dikutip dari Wikipedia, Mesjid Agung An Nur berdiri tanggal 27 Rajab 1388 H atau bertepatan dengan tanggal 19 Oktober 1968, Masjid Agung An-Nur diresmikan oleh Arifin Ahmad, Gubernur Riau waktu itu dan tahun 2000 pada masa gubernur Saleh Djasit mesjid ini direnovasi secara besar-besaran.

Masjid Agung An-Nur Riau yang kita saksikan begitu megah saat ini bukanlah bangunan asli hasil pembangunan tahun 1966 dan diresmikan tahun 1968. Tapi merupakan bangunan hasil renovasi total dan pembangunan kembali dari masjid Agung An-Nur yang lama. Di pergantian milenium tahun 2000 lalu, pada saat Riau dibawah kepemimpinan gubernur Shaleh Djasit, Masjid Agung An-Nur yang lama di rombak total ke bentuknya saat ini.

Dari pembangunan tahun 2000 tersebut luas lahan masjid ini bertambah tiga kali lipat dari sebelumnya yang hanya seluas 4 hektar menjadi 12.6 hektar. Luasnya lahan masjid baru ini memberikan keleluasaan bagi penyediakan lahan terbuka untuk publik Pekanbaru termasuk di dalamnya kawasan taman nan hijau dan lahan parkir yang begitu luas.

Dalam sejarahnya Masjid Agung An-Nur pernah menjadi kampus bagi Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Syarif Kasim Pekabaru di awal pendiriannya hingga tahun 1973. IAIN Sultan Syarif Kasim kini Menjadi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN SUSKA) Pekanbaru.

Berikut ini adalah fasilitas Masjid Agung An-Nur Pekanbaru
  • Lantai bawah masjid merupakan tempat sekretariat pengurus masjid, manajemen, remaja masjid serta tempat pelaksanaan pendidikan Islam.
  • Masjid ini juga tersedia fasilitas hot spot gratis tanpa bayar dan free user logon tanpa harus meminta password, jadi apabila anda bawa laptop berfasilitas Wifi anda dapat berinternet sepuasnya!.
  • Di halaman masjid Agung An-Nur Riau merupakan lapangan luas, bila sore hari akan ramai dikunjungi masyarakat kota untuk berolahraga atau bersantai.
  • Lahan Parkir Masjid Agung sangat luas, baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat dan enam. Lokasinya juga aman, nyaman.
Arsitektur

Wikipedia menyebutkan Masjid Agung An-Nur Riau di Pekanbaru ini disebut disebut sebagai Taj Mahalnya propinsi Riau. Bila kita amati arsitektural masjid Agung An-Nur memang memiliki beberapa kesamaan dengan Taj Mahal. Arsitektur Masjid ini dirancang oleh Ir. Roseno dengan ukuran 50 X 50 m yang terletak dalam satu pekarangan yang luasnya 400 X 200 m. Kapasitas masjid dapat menampung sekitar 4.500 orang jamaah. Bangunan masjid terdiri dari tiga tingkat. Tingkat atas digunakan untuk sholat, dan tingkat bawah untuk kantor dan ruang pertemuan.

Masjid ini mempunyai tiga buah tangga, 1 buah tangga di bagian muka dan 2 buah tangga di bagian samping. Di bagian atas terdiri dari 13 buah pintu dan bagian bawah terdiri dari 4 buah pintu dan mempunyai kamar-kamar yang besar dan sebuah aula. Sedangkan tulisan kaligrafi yang terdapat dalam ruangan masjid ini ditulis oleh seorang kaligrafer bernama Azhari Nur dari Jakarta yang ditulis pada tahun 1970.
Lantai bawah masjid merupakan sekretariat pengurus masjid, manajemen, remaja masjid serta ruang ruang kelas tempat pelaksanaan pendidikan Islam. Masjid Agung An-Nur Riau juga dilengkapi dengan eskalator penghubung antara lantai satu dan dua. Di halaman masjid Agung An-Nur Riau merupakan lapangan luas.

Masjid Agung An Nur juga dilengkapi oleh bermacam fasilitas seperti pendidikan mulai dari playgrup, TK, SD, SMP & SMA, perpustakaan yang lengkap dan fasiltas lain seperti aula dan ruang pertemuan, ruand kelas dan ruang ruang kantor.

Sumber Referensi :